Rabu, 20 April 2022

Kisah Tangisan Cinta Rasulullah SAW untuk Umatnya

Rabu, 20 April 2022

Foto : Ilustrasi

SUATU hari Abu Hurairah RA menghadap Nabi Muhammad Saw, mengadukan perihalnya yang sudah beberapa hari tidak makan.

Kedatangannya kepada Nabi Saw, tentu saja untuk minta sesuatu yang dapat dimakan, tetapi bukan untuk dirinya melainkan untuk kucing yang ada di sekitar Masjid Nabawi.

Sungguh malang, ternyata Nabi Saw juga tidak punya makanan apapun, bahkan sudah beberapa hari beliau juga tidak makan hingg perutnya diganjal dengan batu. Maka Nabi mengajak Abu Hurairah ke rumah puterinya (Siti Fatimah).

Rumah Fatimah nampak sepi, semua pintu dan jendela tertutup rapat. Setelah beberapa kali Nabi Saw mengetuk pintu, tiba-tiba ada suara dari dalam.

“Siapa itu” ?

Nabipun menjawab : “Aku Muhammad bapakmu, aku mau minta makan kepadamu”.

Perempuan yang menjawab yang tak lain adalah Fatimah itupun berkata dengan keras :

“Ya Walidi, harramtu ‘alaika” (Wahai bapakku, ku haramkan engkau masuk rumahku).

Betapa Nabi Saw terkejut mendengar jawaban ketus puterinya tersebut. Dengan tangisan tersedu, Fatimah pun menjelaskan bahwa dirinya dan suaminya (Ali bin Abi Thalib) sudah beberapa hari juga tidak makan.

Bahkan Fatimah mengatakan saat ini dirinya tidak mengenakan pakain apapun karena kain pakaiannya dipakai Ali keluar rumah untuk mencari makan.

Maka tak dapat dibendung lagi, tangis ketiga orang tersebut pecah bersama-sama. Anehnya Nabi Saw kemudian berdoa bukan untuk diri dan keluarganya saja tetapi justeru untuk umatnya.

Beliau berdoa : “Ya Allah, cukupkanlah penderitaan ini untukku dan anakku (keluargaku), tapi berikanlah kelimpahan rizki kepada umatku”. [] Sumber : eramuslim

Baca Selengkapnya....

Perhimpunan Al-Irsyad Gelar Muktamar ke III di Kota Batu Jawa Timur



Muktamar Perhimpunan Al-Irsyad ke I di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta Tahun 2009. (Foto : smahdi)

JAKARTA - Perhimpunan Al-Irsyad akan menggelar Muktamar ke III pada tanggal 13-17 Mei 2022 di Kota Batu Jawa Timur.

Kepastian penyelenggaraan Muktamar Al-Irsyad ke III sesuai dengan surat DPP Perhimpunan Al-Irsyad Nomor 093/DPP/I/X/1443 tanggal 12 Ramadhan 1443 H tentang Undangan dan ketentuan mengikuti Muktamar III Perhimpunan Al-Irsyad.

Disebutkan di dalam Muktamar III nantinya, setiap DPC dan DPW wajib menugaskan dua orang sebagai peserta dan peninjau maksimal 2 orang.

Di dalam surat yang ditandatangani Ketua Umum DPP Perhimpunan Al-Irsyad Yusuf Ustman Baisa dan Sekjen Nasser Ja'far Seif juga dijelaskan, bahwa Muktamar III Perhimpunan Al-Irsyad akan diselenggarakan di Pesantren Islam Al-Irsyad Tengaran (PIAT) 7 Kota Batu.[] Admin

Baca Selengkapnya....

Minggu, 15 November 2015

Al-Qur’an dan Rahasia Kejayaan Peradaban Islam

Minggu, 15 November 2015

Lembar demi lembar kertas bertumpuk di atas meja. Menunjukkan begitu banyaknya ilmu dan penemuan-penemuan para ilmuwan terdahulu. dengan hasil karya mereka, kini kita bisa merasakan manfaat dalam kehidupan sehari-hari.

Banyak orang mengira bahwa penemuan itu berasal dari zaman peradaban yunani atau romawi kuno. Dibalik pesona ilmu yang kini tersohor dari barat itu. Ada fakta yang kejayaan yang tersembunyi. Fakta yang tidak banyak orang tahu bahwa sesungguhnya zaman kejayaan Islam telah muncul sebelum tokoh -tokoh penemu barat menemukan penemuannya.

Contoh Abbas Ibn Firnas atau nama penuhnya Abbas Qassim Ibn Firnas mendahului dunia penerbangan seribu tahun sebelum the Wright Brothers menemukan dan membuat pesawat terbang. Abbas Ibn Firnas telah berfikir jika manusia suatu saat bisa terbang seperti burung di angkasa luas.

Adapun rahasia dari kejayaan Islam itu terletak pada kedekatannya dengan Al-Qur’an sebagai petunjuk yang tidak ada keraguannya.

Orang-orang yang hidup jiwanya, bersih hatinya, gigih usahanya dalam segala urusan kebaikan ilmu, serta ringan tangannya untuk membantu sesama dengan harta, tenaga maupun kemampuannya semata-mata karena mengharap ridha Allah ‘Azza wa jalla.

Inilah orang-orang yang di malam harinya ia bersujud dan di waktu siangnya seperti singa perkasa. Tak mundur selangkah hanya karena gentar kepada manusia atau kecil hatinya tatkala melihat dunia taK ada dalam genggamannya.

Mereka menjadi manusia-manusia yang sangat produktif, matang pikirannya, dan tajam nalarnya karena tergabung dalam diri mereka akidah yang lurus, akal yang senantiasa bekerja keras untuk menemukan kebenaran dan memahami kebenaran dengan lebih matang sekaligus mawas diri, serta hati yang senantiasa tergerak untuk melakukan amal shalih. Betapa mereka tidak meremehkan berbagai jenis amal shalih, betapapun tampaknya kecil di hadapan manusia.

Di zaman keemasan Islam, lahir para pemimpin yang disegani, ilmuwan yang melahirkan sangat banyak penemuan, termasuk di bidang-bidang sains. Mereka produktif melakukan terobosan ilmiah dalam bidang matematika, kimia, mekanika, fluida, sosiologi, dan cikal bakal ilmu psikologi terutama karena kedekatannya dengan Al-Qur’an.

Mereka membaca, merenungi, mengamalkan, dan berusaha untuk senantiasa memperoleh manfaat besar. Para fuqaha mendalami berbagai

cabang ilmu disebabkan kehati-hatinya dalam berfatwa sehingga merasa perlu persoalan selengkap-lengkapnya, sematang-matangnya.


Sumber : Islampos, Foto : ilustrasi (baitulmaal2010)
Baca Selengkapnya....

Pemimpin, Mengapa Harus Ada?



Setiap negara pasti memiliki seorang pemimpin yang memimpin negaranya. Di setiap daerah dalam suatu negara juga ada pemimpin. Dan dalam ruang lingkup yang lebih kecil dalam suatu kelompok pun memerlukan pemimpin. Hingga, diri kita sendiri pun dituntut untuk menjadi pemimpin bagi diri kita sendiri. Melihat hal ini, bahwasanya dunia ini pasti harus ada pemimpin. Mengapa demikian?

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’,” (QS. Al-Baqarah: 30).

Dalam firman Allah SWT tersebut jelas dikatakan bahwasanya Allah memilih manusia sebagai pemimpin di muka bumi ini. Jadi, jelaslah bahwasanya adanya pemimpin itu sudah menjadi ketetapan dari Allah SWT dan tak bisa untuk ditiadakan.

Bayangkan saja jika dunia ini tanpa pemimpin. Cobalah kita terapkan pada diri kita sendiri. Jika kita tak mampu memimpin diri kita, tidak memposisikan diri kita sebagai pemimpin bagi tubuh, maka akan terjadi kerusakan pada tubuh. Hingga akhirnya, rasa sakit yang akan kita terima akibat ketiadaan pemimpin yang baik.

Begitu pula dengan dunia ini. Jika tidak ada pemimpin, maka tidak akan ada yang mengarahkan dan membimbing manusia lainnya dalam menjalankan kehidupan. Dunia ini tidak akan berjalan secara teratur akibat adanya ego yang berbeda dari setiap manusia. Nah, adanya pemimpin inilah yang membatasi setiap ego manusia. Pempimpin yang memberikan arahan dan petunjuk jalan untuk menciptakan suasana dunia yang aman, tenteram dan damai. Wallahu ‘alam. 

Sumber : Islampos, Foto : ilustrasi (baitulmaal2010)
Baca Selengkapnya....

Jumat, 13 November 2015

Tiga Pesan Nabi untuk Menjadi Mukmin Hakiki

Jumat, 13 November 2015

Oleh: Abdul Syukur

Suatu hari Rasulullah SAW pernah bersabda kepada salah seorang sahabatnya yang bernama Abu Dzar, "Bertakwalah kepada Allah di manapun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya akan jadi penggantinya, dan berinteraksilah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik." (HR Tirmidzi).

Dalam pesan Nabi ini ada tiga hal yang bisa menjadikan seseorang menjadi mukmin yang hakiki. Pertama, bertakwa kepada Allah di manapun kita berada. Orang mukmin yang benar-benar beriman akan selalu merasakan kehadiran Allah dekat dengannya. 

Tidak pernah ia merasa luput dari pantauan Allah. Tidak pernah pula ia merasa lupa bahwa semua yang dilakukan selalu diperhatikan dan dinilai oleh Allah SWT, baik dalam keadaan sepi sendirian maupun dalam keadaan ramai bersama teman-temannya. Baik di rumah, di jalan raya, di tempat kerja, maupun tempat-tempat lain yang menjadi tempat aktivitasnya.

Di rumah misalnya, ia akan melakukan tanggung jawabnya dengan baik sebagai salah satu anggota keluarga. Jika menjadi kepala rumah tangga, ia akan menjadi kepala rumah tangga yang baik, menjadi suami yang baik bagi istrinya, dan menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya. Karena, ia merasa Allah memperhatikan semua yang ia lakukan terhadap anggota keluarganya. 

Jika menjadi ibu rumah tangga, ia akan menjadi istri yang baik bagi suaminya dan menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya. Karena, ia merasakan kehadiran Allah yang memantau semua aktivitasnya. Begitu pula ketika ia sedang berada di tempat kerja akan bekerja dengan baik dan tidak akan melakukan sesuatu yang merugikan orang lain karena ia merasa Allah selalu bersamanya.

Kedua, mengiringi keburukan dengan kebaikan. Artinya, setiap kali melakukan kejahatan atau maksiat, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia, harus mengikutinya dengan perbuatan baik agar dosa dari kejahatan atau maksiat tersebut bisa terhapus.

Sebagai manusia biasa kita tidak akan pernah luput dari salah dan dosa. Hal ini sesuai dengan hadis lain yang menegaskan bahwa setiap manusia pasti pernah bersalah dan berdosa dan sebaik-baik orang yang bersalah atau berdosa adalah mereka yang bertobat. (HR Tirmidzi dan Abu Dawud).

Mengiringi perbuatan buruk dengan perbuatan baik bisa berarti beristighfar kepada Allah SWT dan memberi sedekah untuk melebur dosa-dosa kecil yang pernah kita lakukan, jika dosa yang kita lakukan itu terkait dengan hak-hak Allah. Sedangkan, untuk menghapus dosa yang terkait dengan hak-hak Adami, sebelum meminta ampun kepada Allah terlebih dahulu kita harus meminta maaf kepada orang yang kita sakiti.

Ketiga, berinteraksi dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik. Maksudnya, kita memperlakukan orang-orang yang ada di sekitar kita dengan cara yang baik. Anak kita, istri kita, sanak saudara kita, keluarga kita, tetangga kita, teman kita, saudara seagama, saudara sesama manusia, saudara sesama makhluk Allah yang lain juga harus kita perlakukan dengan cara yang baik.

Jika kita bisa menerapkan ketiga pesan Nabi ini, insya Allah kita bisa menjadi manusia yang tanpa dosa. Semoga!


Sumber : Republika
Baca Selengkapnya....

Uzlah di Akhir Zaman



“Bersegeralah kalian melakukan amal shalih sebelum datangnya berbagai fitnah yang seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita. Pada waktu pagi seorang masih beriman, tetapi di sore hari sudah menjadi kafir; dan pada waktu sore hari seseorang masih beriman, kemudian di pagi harinya sudah menjadi kafir.” [HR. Muslim no. 169, Tirmidzi no. 2121, dan Ahmad no. 7687.]

Ahmad Thomson menyebutkan tiga macam pola dasar pengelompokan sosial.  Pertama,  masyarakat pedalaman sederhana yang hidup selaras dengan alam namun tidak mengikuti syari’at kenabian dalam peribadatan. Kedua,masyarakat Islam yang selaras dengan alam dan mengikuti syari’at kenabian. Ketiga,masyarakat kafir yang hidup tidak selaras dengan alam semesta dan sengaja menolak syariat Sang Pencipta.

Masyarakat pertama perlahan semakin menghilang seiring laju perkembangan teknologi dan informasi, walaupun eksistensi mereka akan tetap ada namun mayoritas kita tidak berada di kelas itu.

Adapun jenis kelompok kedua, gambaran yang paling ideal terjadi pada generasi terbaik umat Islam; sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Mereka bisa selaras fitrahnya dengan lingkungan dan pada saat yang sama juga menjadikan keselerasannya dengan alam semesta dalam bingkai ibadah kepada pencipta alam semesta. Pada kehidupan mereka terdapat sistem hidup yang mengandung kecukupan dan keberkahan, materil dan non materil.

Kelompok kedua ini menjadikan dunia sebagai ladang menanam amal untuk memetik kebahagiaan yang sesungguhnya di akhirat. Karenanya mereka tidak mengeksplorasi alam semesta dengan semangat ketamakan dan eksploitasi, melainkan agar sarana menegakkan agama ini makin mudah dan efektif.

Mereka tidak merusak hutan atau menambang isi bumi secara brutal yang di kemudian hari menyisakan persoalan bagi anak cucu mereka. Sebaliknya langit dan bumi mendatangkan keberkahan dalam semua yang mereka lakukan. Syariat kenabian yang mereka jadikan sebagai dasar pijak dan petunjuk arah, telah membuat tujuan dari semua yang mereka lakukan menjadi terang dan jelas. Karenanya mereka kaya dan makmur dengan sebenar-benarnya.

Dunia telah mengikutinya, bahkan berada dalam genggaman tangannya. Sementara hatinya tetap bebas untuk tunduk dalam kendali syariat pencipta dunia itu. Kepada kelompok kedua ini Allah jadikan Iblis tak berdaya untuk menggodanya. Badai api fitnah pun padam tak kuat untuk menyala. Bahkan Allah jadikan musuh-musuh mereka lumpuh tak berdaya.

Sebagian tertunduk lesu tanda menyerah kalah dan sebagiaannya ’terpaksa’ masuk dalam barisan mereka karena pribadi mereka terlalu mulia untuk ditentang. Demikianlah kemuliaan yang Allah anugerahkan kepada kelompok manusia yang hatinya selaras dengan semesta dan jiwanya tunduk kepada syariat Sang Pencipta.

Adapun masyarakat ketiga, inilah jenis masyarakat yang paling mendominasi dunia; masyarakat yang bermusuhan dengan alam semesta dengan beragam aktivitas eksploitasi alam -juga manusianya- secara liar, dimana semua itu dilakukan untuk memenuhi nafsu mereka dan dalam rangka menentang syari’at pencipta mereka. Inilah masyarakat kafir yang kehidupan mereka tunduk di bawah kendali Iblis melalui sistem Dajjal dan kaki tangannya.

Inilah era di mana kita hidup, era yang tanpa sadar menyeret kaum Muslimin untuk masuk dalam pusaran permainan mereka untuk selanjutnya mustahil bisa keluar darinya. Pola hidup masyarakat kelas ini telah menjadi sesuatu yang sistemik, berlaku secara global dan menjangkau seluruh bidang kehidupan manusia. Politik, sosial, ekonomi, budaya, militer, pemikiran dan peradaban, semuanya berada dalam kendali sistem kufur ini.

Inilah zaman yang oleh nabi disebut sebagai zaman fitnah, zaman yang semua sistem kenabian telah dijurkirbalikkan, norma dan nilai kebenaran dirusak tanpa ada yang tersisa. Sangat berat hidup di era ini; era dajjal, era dimana seluruh masyarakat dunia telah buta, yang karenanya si mata satu merasa pantas menjadi raja. Lantas, apa yang dapat kita perbuat?

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Sebaik-baik manusia pada masa terjadinya kekacauan adalah seorang laki-laki yang memegang tali kendali kudanya di belakang musuh Allah. Ia membuat mereka gentar dan mereka juga membuatnya gentar. Atau seorang laki-laki yang mengasingkan diri di daerah pedalaman, dengan menunaikan hak Allah atas dirinya.” [HR. Al-Hakim dan Abu ‘Amru Al-Dani. Dinyatakan shahih oleh Al-Hakim, Adz-Dzahabi dan Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 698]
Pilihan pertama sangat cocok untuk penduduk negeri yang Allah karuniakan ibadah jihad.

Adapun bagi kaum Muslimin yang berada di wilayah ‘damai’, maka pilihan kedua adalah solusi terbaik; ‘uzlah dengan tetap menunaikan hak Allah atas dirinya. Uzlah yang hak Allah tetap terpenuhi adalah ‘uzlah berjamaah’, membentuk komunitas yang memiliki kesamaan tujuan; menegakkan agama ini hingga bisa mewujudkan masyarakat yang selaras dengan alam semesta dan tetap tunduk kepada syari’at Allah swt. Wallahu a’lam bish shawab.*


Sumber : Hidayatullah
Baca Selengkapnya....

Perlu Istiqamah, Rajin Ibadah dan Jangan Sesaat



Seorang Muslim harus mempunyai sikap istiqomah dalam menjalankan ibadah dan tugas kekhalifahan di muka bumi. Istiqomah ini diukur dari niatnya yang senantiasa hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala amalnya senantiasa sesuai Al-Qur’an dan Sunnah.
Namun, perjuangan menjalankan perintah Allah dan segala larangan-Nya secara konsisten dan terus menerus, bukanlah hal yang mudah. Di tengah jalan Allah yang lurus kita akan digoda oleh banyak jalan lain yang kelihatan lebih bagus. Jalan lurus menuju Allah adalah jalan yang penuh godaan dan rintangan. Iman yang tidak kuat akan tergoda untuk berbelok menuju jalan yang lain tersebut.

Demikian disampaikan Ulama Muda Aceh, Ustaz H. Tamlicha Hasan, Lc ‎saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (11/11/2015) malam.

“Istiqamah dalam ibadah tentu tidak akan mudah dilakukan. Siapapun yang ingin konsisten mencapai sebuah tujuan besar, pasti harus melewati berbagai penderitaan, kesulitan dan keadaan yang tidak disukai,” ujar Ustaz Tamlicha Hasan.

Menurutnya, keistiqamahan, kontinuitas dan kesinambungan suatu amal sulit diterapkan kecuali dengan memilih jalan pertengahan, tidak berlebihan, dan tidak melewati batas kemampuan untuk melakukannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam mengaitkan istiqamah dengan sikap tidak berlebih-lebihan.

Keistiqamahan takkan bisa berlaku bagi seseorang yang melakukan amal secara berlebihan. Di sisi lain, amal yang melewati kapasitas seseorang pun pasti akan mematahkan amal.

Yang dituntut dari kita adalah, jika tidak mampu melakukan istiqamah hendaknya mendekatinya. Segala amal harus dilakukan secara pertengahan. ‎

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Ahabbul a’maali ilallahi adwamuha wa in qalla.” Artinya, perbuatan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus walaupun hanya sedikit.

“‎Sedikit amal jika dilakukan secara rutin dan terus menerus lebih baik kata Rasulullah. Jangan mengejar suatu ibadah sampai letih pada suatu waktu, lalu kita tidak sanggup lagi melakukannya di waktu lain karena bosan atau godaan hawa nafsu. Ketahuilah, Allah tidak pernah bosan pada ibadah hamba-Nya, hanya manusia saja yang sering bosan kepada Allah,” ungkap Tamlicha yang juga penceramah halaqah subuh di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh ini.

Bahkan Allah Subhanahu Wata’ala menyindir hamba-Nya yang tidak konsisten dalam ibadah. Dalam Surat An-Nahlu ayat 92, Allah berfirman, “Janganlah kamu berlaku seperti seorang wanita yang memintal kain, lalu merusaknya lagi setelah bersusah payah memintal dengan bagus”.

Perlu diketahui bahwa ibadah tidak semestinya dilakukan hanya sesaat di suatu waktu. Seperti ini bukanlah perilaku yang baik. Para ulama pun sampai mengeluarkan kata-kata pedas terhadap orang yang rajin shalat –misalnya- hanya pada bulan Ramadhan saja. Sedangkan pada bulan-bulan lainnya amalan tersebut ditinggalkan.

Para ulama kadang mengatakan, “Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun”.

Ibadah bukan hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja. Sebaik-baik ibadah adalah yang dilakukan sepanjang tahun.

Tanda diterimanya suatu amalan adalah apabila amalan tersebut membuahkan amalan ketaatan berikutnya. Di antara bentuknya adalah apabila amalan tersebut dilakukan secara kontinyu (rutin). Sebaliknya tanda tertolaknya suatu amalan (tidak diterima), apabila amalan tersebut malah membuahkan kejelekan setelah itu.

Di antara keunggulan suatu amalan dari amalan lainnya adalah amalan yang rutin (kontinyu) dilakukan. Amalan yang kontinyu –walaupun sedikit- itu akan mengungguli amalan yang tidak rutin meskipun jumlahnya banyak. Amalan inilah yang lebih dicintai oleh Allah.
“Merupakan kebahagian tersendiri bagi orang tua apabila mempunyai putra-putri yang punya karakter segera menunaikan shalat wajib begitu tiba waktunya, gelisah apabila menunda shalat wajib, gemar mengikuti shalat berjamaah, merasakan ibadah sebagai kebutuhan bukan beban, selalu melakukan thaharah dengan benar,menyesal bila melewatkan satu hari tanpa membaca Al-Quran, menunaikan minimal satu macam shalat sunah setiap hari, selalu berdoa dan berzikir sesuai dengan situasi yang melingkupi dan menunaikan puasa Ramadan setiap tahun. Semua ini adalah bentuk istiqomah dalam beribadah,” ungkap Tamlicha.

Karena kadangkala sebagai seorang insan, kita terkadang dihinggapi rasa giat dan kadang rasa malas. Oleh karenanya diperlukan kesabaran dalam menghilangkan rasa malas ini, guna menjalankan ibadah atau amalan yang akan diistiqamahi.

“Bertahap dalam beramal. Dalam artian, ketika menjalankan suatu ibadah, kita hendaknya memulai dari sesuatu yang kecil namun rutin. Bahkan sifat kerutinan ini jika dipandang perlu, harus bersifat sedikit dipaksakan. Sehingga akan terwujud sebuah amalan yang rutin meskipun sedikit. Kerutinan inilah yang insya Allah menjadi cikal bakalnya keistiqamahan,” sebutnya.*/Teuku Zulhairi (Aceh)


Sumber : Hidayatullah
Baca Selengkapnya....

Mengenai Saya

Foto Saya
DPC Perhimpunan Al-Irsyad Aceh Tamiang
Kualasimpang, Aceh, Indonesia
Merupakan Ormas Islam yang mempunyai misi Dakwah, Pendidikan dan Sosial. Perhimpunan Al-Irsyad terdaftar di Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 99/D.III.2/XI/2007 Tanggal 14 November 2007. Perhimpunan Al-Irsyad bertujuan mewujudkan insan cendekia, beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, beramal shaleh sesuai dengan tuntunan Syariat Islam. Ketua : SAYED MAHDI HUSEIN Sekretaris : LUKMANSYAH Bendahara : H.ZULKIFLI
Lihat profil lengkapku

Gema Aceh Tamiang

 

Arsip Blog

Multi Bahasa

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Copyright © PERHIMPUNAN AL-IRSYAD | Powered by Blogger | A-R Skin Blogger Template by www.Suara-Tamiang.Blogspot.com