Oleh: Erdy Nasrul
Mengingat dosa di masa lalu merupakan langkah awal bertobat. Dalam
tradisi olah sprititual, tobat memiliki kedudukan yang sangat
strategis. Ibarat sebuah bangunan, tobat seperti sebuah pintu gerbang
menuju ruang-ruang kamar yang penuh kedamaian, teduh, dan ketenangan.
Definisi
tobat sangat beragam. Dalam tradisi tasawuf, salah satunya seperti yang
pernah diulas oleh Ali bin Utsman al-Hujwiri dalam Kasyf al-Mahjub.
Tokoh
yang bernama lengkap Abu al-Hasan Ali bin Utsman al-Jullabi al-Hujwiri
al-Ghaznawi itu menjelaskan tobat merupakan tahap permulaan menuju Allah
SWT.
Generasi salaf memulakan amalan mereka dengan tobat.
Tujuannya adalah membersihkan diri. Mereka berikrar meninggalkan
maksiat, menyesali perbuatan nista di masa lalu, dan bertekad tidak akan
mengulangi kekeliruan tersebut.
Tobat, kata sosok kelahiran
Ghazni Afghanistan 990 M itu, secara tidak langsung akan memberi kesan
positif kepada jiwa. Tobat merupakan kebangkitan hati dari perbuatan
jahat. Yang muncul kemudian ialah perbuatan baik.
Apabila
tindakan kesadaran secara aplikatif mewarnai kehidupan, nantinya akan
muncul keinginan untuk bertobat, beriman, dan beramal saleh. Bahkan,
mengutip pernyataan pemuka sufi, Imam Junaid al-Baghdadi, tobat bisa
menghapus dosa seseorang.
Prinsip tobat, al-Hujwiri
mengungkapkan, yakni usaha untuk memahami diri terhadap ketiadaan
kebaikan. Hati kemudian diisi dengan amal baik serta dijauhkan dari
dosa. Perbuatan yang mendatangkan pahala, kecintaan, dan keridhaan Allah
menjadi prioritas.
Allah berfirman, “Bertobatlah wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” (QS an-Nur [24] : 31). Jika bertobat maka Allah akan memberikan cinta-Nya (QS al-Baqarah [2]: 222). Tidak hanya itu, rahmat Allah juga akan datang. Cobalah lihat surah al-An’am ayat 54.
Tobat
hakiki merupakan ketaatan dan integrasi. Diri akan meninggalkan dan
melepaskan ikatan-ikatan yang dapat merusak hati. Tobat yang benar tidak
membiarkan sisa pengaruh maksiat bersarang dalam dirinya, baik secara
lahir maupun batin.
Al-Hujwiri mengutip perkataan pentolan sufi
di abad kedua Hijriyah, Yahya bin Mu’az, “Satu penyelewengan saja
sesudah bertobat, sama saja dengan 70 penyelewengan sebelum tobat. Tobat
sejati menjadi perisai agar teguh.”
Ada beberapa syarat sah
tobat. Menurut tokoh yang wafat di Lahore, Pakistan, tersebut tobat
tidak sah, kecuali dengan menyadari dan mengakui dosa. Oleh sebab itu,
jangan sertai tobat dengan kesalahan serupa. Apalagi, menempatkan
kekeliruan itu sebagai inspirasi orang lain.
Tobat harus menjadi
titik balik seseorang yang melahirkan kesadaran terhadap segala
kekurangan atau kesalahannya. Lalu, menetapkan tekad dan azam yang
disertai dengan amal perbuatan untuk memperbaiki.
Langkah tobat
Lantas,
bagaimana cara untuk memulai pertobatan? Menurut al-Hujwiri, tobat
dapat dilakukan dengan cara menjauh dari orang-orang yang kerap berbuat
jahat. Berteman dengan golongan semacam ini bisa menjerumuskan ke jalan
yang sama.
Jalan spiritual melalui tobat dapat memisahkan diri
dari kecenderungan berperilaku jahat dengan mendekatkan hati kepada iman
dan amal salih.
Tokoh yang tutup usia pada 1077 M itu menegaskan
bagian dari tobat ialah memisahkan ketakutan daripada kemuliaan
duniawi. Tobat semata karena manifestasi ketaatan terhadap Allah dan
Rasul-Nya.
Bila dilakukan demi pamor dan pencitraan semata maka
terancam sia-sia. Dalam tingkatan tertentu, seseorang yang bertobat akan
melupakan dosa dan kesalahan, lalu digantikan dengan rasa cinta kepada
Allah.
Tetapi memang, kata sosok yang juga dikenal dengan Daata
Ganj Bakhsh itu, bagi sebagian kalangan mengingat dosa masa silam
setelah bertobat merupakan perwujudan dari tobat.
Pada dimensi
ketiga ini, seseorang akan tetap menghindarkan diri dari perbuatan buruk
dan tercela. Ia tidak akan mengulangi perbuatan yang buruk tersebut.
“Ia tahu itu adalah dosa di atas dosa,” katanya.
Menurut Sahl
at-Tusturi, bentuk tobat itu bisa ditempuh dengan cara tidak gampang
melupakan dosa pada masa lalu. Bertekad kuat meninggalkan jalan golongan
yang dimurkai Allah SWT. Tekad tersebut berbuah hidayah agar tetap
konsisten di jalur-Nya.
Tobat, yakni menjadikan diri terhindar dari perilaku dosa.
Pembersihan diri lewat tobat ini mengantarkan seseorang pada
tangga-tangga capaian berikutnya, seperti zuhud, sabar, dan akhirnya
kedekatan dengan Sang Khaliq.
Sumber : Republika
0 komentar:
Posting Komentar