Perbedaan pendapat antar-tokoh Al-Irsyad akhirnya bermuara pada lahirnya organisasi baru yang senada seirama. Tokoh-tokoh yang idealis terhadap misi awal berdirinya Jam’iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah, mendeklarasikan ormas baru bagi warga Irsyadi dengan nama Perhimpunan Al Irsyad pada 2008. Irsyadiyin kini punya dua pilihan untuk menyalurkan aspirasinya. Memilih bergabung Al-Irsyad Al-Islamiyah atau Perhimpunan Al-Irsyad?
Siapa di antara dua organisasi Al Irsyad yang akan moncer (bersinar)? Agaknya waktu jua yang akan menjawabnya. Yaaaa, seperti moncernya PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) setelah para pengurusnya lebih disukai dibanding PDI (Partai Demokrasi Indonesia) yang kian redup hingga Pemilu 2009.
Ada apa dengan Al Irsyad? Fenomena apa pula yang ada di dalamnya? Berikut penuturan ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Al Irsyad, Yusuf Baisa tentang arah organisasi yang dipimpinnya setelah Muktamar pertama di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur pada 25 Maret silam:
Sesungguhnya Al Irsyad itu adalah sebuah fenomena yang sangat menarik sekali. Sebuah organisasi yang punya sejarah panjang, tidak kalah panjangnya dengan Muhamadiyah. Al Irsyad itu sebetulnya sudah berdiri sejak Syeich Ahmad Surkaty mendirikan sekolah Al Islah Al Irsyad, di Kemakmuran Jakarta pada 1912.
Kemudian, organisasi Al Irsyad mendapatkan izin resmi dari pemerintahan Belanda pada tahun 1914. Dengan demikian, Al Irsyad itu umurnya tidak kurang dari 95 tahun. Sebagai sebuah lembaga yang cukup tua., Al Irsyad punya banyak kiprah. Terutama di bidang pendidikan, dakwah sosial dan lain-lain. Sehingg Al Irsyad itu sebetulnya dengan mudah bisa mengakar di masyarakat. Karena, apa yang dilakoni dan dilaksanakan oleh Al Irsyad itu adalah hal-hal yangg memang menunjang, mendukung dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu Al Irsyad yang sudah eksis di beberapa daerah, dirasakan manfaatnya demikian hebatnya oleh masyarakat. Hal menarik lainnya, Al Irsyad menjadi sebuah wadah yang tetap ada di permukaan dalam berbagai kondisi seperti apa pun. Dalam tempo 95 tetap bertahan. Walaupun di beberapa daerah tertentu Al Irsyad tidak memiliki asset apa pun, tetapi para Irsyadi merasa bahwa eksistensi mereka itu ada. Sehingga, mereka tetap tidak mau dinafikan. Tidak mau dianggap tidak ada. Oleh karena itu, Al Irsyad itu sesungguhnya ada di hati orang-orang yang disebut Irsyadiin.
Sejak didirikan, Al Irsyad itu adalah wadah dakwah yang memiliki prinsip yang sangat jelas: mengajak orang untuk hanya beribadah kepada Allah swt, mentauhidkannya, dan mengajak orang bersatu di dalam Islam. Sehingga Islam itu benar-benar nyata menjadi pemersatu di tengah-tengah umat manusia sedunia.
Al Irsyad sebagai organisasi kader juga sangat menarik dibahas, karena terbukti bahwa sejak Al Irsyad itu lahir sampai sekarang, terbukti begitu banyak kader Al Irsyad yang punya peran begitu bagus di tengah bangsa Indonesia. Nama-nama seperti Al-ustadz Muhammad Hasby Asshidiqy, Al-ustadz Umar Hubees (Surabaya), Al-ustadz Al-Hamdany (Pekalongan), Al-ustadz Zein Bawazir (Bondowoso), adalah tokoh-tokoh Al Irsyad yang lahir langsung dari tangan Syeich Surkaty.
Murid-murid Surkaty itu melahirkan pula para pelanjutnya, yang juga sangat kuat pengangan mereka terhadap prinsip kebenaran Islam. Sehingga, kita lihat bahwa Al-Irsyad itu sampai periode tahun 50-an itu memiliki sekolah-sekolah yang begitu kuat dalam melahirkan kader-kader yang mengerti Islam dan mampu berbahasa Arab dengan baik.
Hanya saja setelah dekade 50-an, di saat kecenderungan orang mulai berubah, orang begitu asyik nya dengan kehidupan dunia. Perkembangan negara-negara barat yang demikian hebatnya, dan lahirnya para sarjana dari berbagai perguruan tinggi, menyebabkan Al Irsyad pun mulai mengalami godaan. Sekolah Al Irsyad mulai tertarik untuk mengeser pelajaran agama Islam dan bahasa Arab untuk memperbanyak pelajaran umum. Itu terjadi mulai dekade 50-an.
Hal itu tidak bisa ditahan, karena menjadi gejolak kuat yang ada di perguruan atau di sekolah Al Irsyad. Sehingga, sekolah-sekolah Al Irsyad mengajarkan pelajaran umum jauh melebihi pelajaran agama dan bahasa Arab. Sehingga, sejak tahun 70-an, kita lihat kader-kader Al Irsyad yang ditelurkan dari sekolah-sekolah Al Irsyad adalah orang-orang yang ternyata pengetahuan agamanya sangat minim. Pengetahuan bahasa Arab-nya pun sangat minim, sehingga tidak menguasai bahasa Arab dengan baik.
Pergeseran itu terus berlangsung sampai saat ini. Sehingga, Perhimpunan Al Irsyad memiliki kesadaran tinggi , dalam hal ini ingin mengembalikan era keemasan dari Al Irsyad sejak lahirnya. Eksis dalam hal pendidikan, dakwah, social, dan ekonomi. Sehingga, Al Irsyad dalam ke depan harus mampu menjawab tantangan, memberikan solusi dan mampu menyelesaikan apa-apa yang memang harus diselesaikan dari problematika umat. Terutama sekali apa yang terkait dengan begitu banyaknya kemurtadan, kemiskinan, dan banyaknya gejolak sosial, yang ditimbulkan oleh jauhnya umat ini dari agama Islam yang harusnya mereka pegangi erat-erat.
Di bidang dakwah, kita harus punya peran yang bagus. Kita harus membuat umat Islam di Indonesia, dan selain mereka, untuk memahami wajah Islam yang begitu bagus, begitu indah (yang sementara ini sering disalahpahami, karena diperburuk oleh perilaku muslimin). Sehingga, dakwah itu harus benar-benar melahirkan kader-kader dakwah yang benar-benar pantas digugu dan pantas ditiru. Mereka bisa jadi guru yang baik, bisa jadi suri tauladan yang baik. Sehingga, umat itu punya panutan, punya contoh yang nyata.
Di bidang sosial, sebetulnya Al Irsyad secara umum mampu menjadi jaringan yang sangat kuat untuk menjadi komunitas satu dan bersatu. Mereka saling mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap sisi. Mereka saling membantu untuk menutup kelemahan yang ada di saudara-saudaranya. Mereka juga punya peluang banyak untuk bisa berbuat kepada ummat ini, karena sesungguhnya muslim itu kaya raya. Sehingga, banyak permasalahan sosial yang mudah diselesaikan.
Dalam hal ekonomi, semestinya kita itu sudah menjadi sebuah pangsa pasar yang besar. Kita bisa menjadi produsen yang bisa memenuhi kebutuhan ummat. Ummat punya kebutuhan banyak dan kita pun punya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kalau mereka itu telah menjadi jaringan yang intergrate, maka jalinan orang yang membutuhkan dengan orang yang bisa memenuhi kebutuhan itu akan menjadi kerjasama yang sangat membantu dalam mengangkat kesejahteraan ummat Islam.
Sebetulnya ini merupakan hal yang mudah saat kita memiliki kesadaran yang sama untuk bangkit, untuk berbuat, untuk berubah dari kondisi stagnasi yang kita alami. Kita bisa kembali kepada kejayaan kita. Kita bisa mencapai dan menggapai apa yang menjadi cita-cita kita.
Berbicara mengenai perpecahan yang terjadi, sesungguhnya saya memantau bahwa yang terjadi itu bukan perpecahan. Tetapi, perbedaan pendapat antar beberapa person yang ada di tubuh Al Irsyad. Sebetulnya tidak perlu melibatkan banyak orang. Cukup beberapa person tertentu yang mengalami perbedaan pendapat. Yang paling mencolok dalam perbedaan tersebut adalah sebagian dari beberapa Irsyadi sudah cenderung kepada paham pluralism dan liberalism yang akan menggerogoti Islam menjadi agama yang tidak punya prinsip, agama yang tidak kepastian. Sehingga, semua agama itu nanti sama. Semua pendapat itu sama. Sehingga, agama Issam tidak menjadi kekuatan yang dibina di atas keyakinan, akidah, dan kepastian.
Oleh karena itu kita, yang memandang bahwa liberalism dan pluralism itu bahaya besar, segera tanggap adanya oknum-oknum yang memperjuangkan ide-ide tersebut. Kita tidak bisa diam. Tidak bisa membiarkan ide-ide tersebut menyeruak di tengah Al Irsyad. Kita harus bantai habis iide itu tadi, dan kita harus bungkam para pelakunya.
Sebenarnya perbedaan pendapat sudah terjadi sejak tahun 1984. Sejak keluarnya UU Keormasan yang mengharuskan azas tunggal. Itu menyebabkan pendapat itu pecah. Dan, itu terjadi di hampir semua organisasi. Kita lihat hal itu juga terjadi di HMI (Himpunan Mahasiswa Indonesia), terjadi pula di organisasi lain, termasuk di tubuh Al Irsyad. Hanya saja pertumbuhan perbedaan tersebut tidak seberapa cepat. Sehingga, kalau HMI segera pecah menjadi dua, kita lihat di Muhamadiyah mendapati tokoh-tokoh yang sudah mengambil sikap dalam hal ini. Itu nyata, terasa. Tapi, di tubuh Al Irsyad tidak demikian. Semuanya berjalan malu-malu. Para pendukung plurlarism, dan para pendukung liberalism ternyata malu-mau dalam memperjuangkan prinsip-prinsip mereka.
Mereka tidak berani secara blak-blakan menampilkan apa yang menjadi keaslian mereka. Sehingga, momentum wawancara yang dilakukan Gatra (baru0baru ini) dengan oknum tertentu, ternyata merupakan keterbukaan sejarah. Yang tadinya (selama ini) ditutup-tutupi, akhirnya terkuak. Bahwa, ada oknum-oknum tertentu di Al Irsyad yang memang memperjuangkan liberalism dan pluralism. Hanya mereka sembunyi-sembunyi.
Orang-orang yang tidak mengerti hal ini menganggap tidak ada, tidak ada kelompok yang membela pluralism dan liberalism. Tapi, justru dengan wawancara di Gatra itu menjadi nyata. Sesungguhnya ada, dan ini pemunculan dan penampakannya. Oleh karena itu, ke depan, kita itu harus lebih waspada. Harus lebih hati-hati , bahwa ternyata ide-ide semacam itu sesungguhnya ada di tubuh Al Irsyad. Kita tidak bisa membiarkannya. Bagaimana cara menyelamatkannya? Harus dengan mencabutnya sama sekali, atau kita mengkarantiinanya. Atau, kalau kita tidak mampu melakukannya, maka kita memisahkan diri untuk tidak terkena wabah tersebut.
Sehingga dengan demikian, Perhimpunan Al Irsyad itu dengan tegas mengambil sikap tidak ragu-ragu, dalam hal ini segera menyelamatkan Al Irsyad. Menyelamatkan segala apa yang menjadi prinsip mabadik Al Irsyad . Sehingga, kita tidak ragu-ragu bahwa Al Irsyad itu harus tumbuh berkembang sesuai dengan risalah, visi dan misi yang ada pada para pendirinya.
Mazhab mereka (oknum) itu jelas. Kita lihat di saat mereka membicarakan adanya Wahabiah. Itu sebetulnya hanya bentuk-bentuk stigma yang ingin merendahkan dan menimbulkan fitnah, yang berikutnya Perhimpunan Al Irsyad semestinya diserang orang. Tapi, ternyata hal itu kan tidak mudah. Karena, manusia semakin hari semakin punya kesadaran yang tinggi. Semakin hari semakin mengerti bahwa hal-hal yang demikian itu tidak mesti ditanggapi dengan cara-cara yang bodoh. Maka kita lihat apa yang terungkap di majalah Gatra itu ternyata tidak punya pengaruh seperti yang mereka inginkan, atau pengaruh seperti apa yang diinginkan oknum tersebut. Tapi, ternyata justru membawa mereka itu ada pada langkah blunder yang membuat mereka itu sulit maju dan sulit mundur.
Oleh karena itu, Perhimpunan Al Irsyad mempunyi prinsip bahwa kita tidak bisa melawan oknum-oknum tersebut dengan cara berantem, dengan cara ribut, dengan cara polemik. Tidak perlu, karena itu akan membuang –buang waktu. Sementara mereka masih menyembunyikan diri. Biarkan mereka itu berlalu dengan cara mereka. Kita yang memiliki prinsip itu segera memahamkan ummat meyakinkan Irsyadiyin. Bahwa kita itu tidak seperti yang mereka , atau sebagian orang menyangkanya: bahwa kita akan merebut asset-asset Al Irsyad, bahwa kita itu adalah orang-orang yang muncul untuk memecah belah. Atau dari macam-macam tuduhan yang lain. Kita buktikan bahwa Perhimpunan Al Irsyad itu murni.
Perhimpunan Al Irsyad itu benar-benar ingin mengembalikian Al Irsyad ini kepada mabadik Al Irsyad yang telah ditandaskan oleh para pendirinya. Dari itu, ke depan kita ini haruslah benar-benar melawan apa yang mereka tuduhkan dengan kenyataan, dengan perbuatan, dengan program, dengan action. Bukan cuma teori-teori kosong atau omongan kosong. Tapi, benar-benar dalam bentuk perjuangan yang nyata.
Kita lihat ekses dari apa yang tertulis di Gatra itu ternyata sangat luas sekali. Di antaranya adalah sikap yang harus diambil oleh Kedutaan Saudi terhadap orang yang menuduhnya sebagai bemper dari tersebarnya dakwah yang disebut Wahabiah, yang kemudian diberi warna sebagai warna yang gelap. Kita lihat bahwa Kedutaan Saudi punyai sikap yang jelas, punya sikap yang nyata bahwa sebagai sebuah lembaga yang mewakili Kerajaan Saudi Arabia, mereka itu tidak akan turut campur terhadap apa yang terjadi di negeri orang. Mereka harus bergaul baik dengan bangsa yang ada pada negeri tempat mereka berada. Sehingga, kita lihat sikap Kedutaan Saudi dalam hal ini begitu bagusnya yaitu memperlakukan baik setiap ormas Islam yang resmi dan diakui oleh pemerintah.
Hal ini mestinya kita sambut baik bahwa kalau memang kita ini benar-benar ormas Islam, yang resmi dan diakui, semestinya kita itu tidak perlu bersikap berlebihan terhadap Kedutaan Saudi yang seperti itu. Jangan sampai justru mengarah kepada ini dan itu, mengarah kepada tuduhan-tuduhan yang bersifat kekanak-kanakan. Oleh karena itu, anjuran saya ke depan ayo kita menyambut panggilan Allah di saat Allah swt memerintahkan fastabiqul khoirot. Artinya, hendaknya kalian berlomba dalam kebaikan. Kita sambut panggilan tadi. Ayo, baik itu Al Irsyad Al Islamiyah maupun Perhimpunan Al Irsyad, kita sama-sama menyambut ayat itu. Kita berlomba dalam kebaikan. Kita berlomba dalam hal program, dalam hal kegiatan, dalam hal bantuan kepada siapa pun yang memerlukan bantuan kita . Dalam hal menyambut apa-apa yang baik, dalam hal membela kebenaran dan seterusnya, sehingga Al Irsyad itu ke depan mememiliki peran yang nyata. Tidak seperti cemoohan yang muncul dari orang-orang tententu bahwa Al Irsyad itu tidak memiliki peran di tengah masyarakat. Kita buktikan bahwa Al Irsyad itu punya peran besar dalam masyarakat dan Al Irsyad itu punya makna yang berarti bagi masyarakat.
Saat ini, Alhamdulillah, kita (Perhimpunan Al Irsyad) sedang merapatkan barisan, sedang berkonsolidasi untuk bergerak cepat ke depan, insya Allah. Kita sedang menyusun program kerja yang nantinya begitu padat di dalam berbagai aspek yang memang telah disepakati dalam program kerja di muktamar. Baik dalam bidang pendidikan, dakwah, sosial, ekonomi, kaderisasi, media dan lain-lainnya, kita akan berbuat banyak, insya Allah.
Banyak yang bisa kita lakukan di depan. Walaupun saya tidak ingin banyak janji-janji, tapi jalan ada di hadapan saya ini, insya Allah sudah lapang. Orang yang bisa diajak kerja sama dalam hal ini pun sudah banyak, sehingga ke depan harapan kita untuk berbuat itu sudah semakin nyata, insya Allah.
Ketika saya berkunjung ke Quwait dalam rangka menyambut panggilan dari Uzaratul Uqro untuk menghadiri muktamar yang mereka selenggarakan selama tiga hari, setelah tiga hari tersebut saya mendapatkan kesempatan untuk berada enam hari di sana. Berkontraksi mengembangkan hubungan dengan ormas-ormas Islam yang ada di sana. Sehingga ke depannya kita akan menjalin kerja sama dengan mereka, insya Allah.
Berikutnya dari Kuwait, kami menuju ke Jeddah, Mekkah, Madinah dan Riyadh. Kami ke sana itu diundang oleh Kementerian Agama. Alhamdulillah, di sana kami bisa bertemu mudir Jamaah Islamiyah Madina, bertemua dengan masyayik dan imam Masjidil Al Harram. Kemudian kami bisa bertemu dengan menteri agama, dengan para atasan yang ada di Kemetrian Agama dan mereka itu benar-benat menyatakan kesiapan mereka untuk membantu Perhimpunan Al Irsyad ke depan. Banyak titik temu yang telah kita hasilkan. Ke depan, mungkin kita kerja samakan dengan cara-cara yang sangat resmi, yang sangat legal. Sehingga, tidak menimbulkan kecurigaan bahwa kita itu sebagai penerima dana asing yang tidak legal. Nanti, kita akan carikan bentuk-bentuk kerja sama yang positif, yang benar-benar menguntungkan ke dua belah pihak, insya Allah.
SEJAK JAMAN BELANDA
Mengenai fenomena yang menyebut bahwa Al Irsyad adalah wadah bagi orang-orang keturunan Arab, itu tidak lepas dari persoalan sejarah. Nada bahwa Al Irsyad itu organisasinya orang-orang keturunan Arab itu sudah ada sejak jaman Belanda, karena memang bangsa Belanda itu mengkotak-kotak bangsa Indonesia. Belanda membuat aturan yang melarang sebuah organisasi berlaku nasional untuk semua suku yang ada di Indonesia. Akibatnya, ormas yang lahir pada waktu itu semuanya bersifat kesukuan, terkotak-kotak sesuai dengan suku yang dibentuknya. Oleh karena itu, kita lihat bahwa kesan Al Irsyad itu adalah organisasinya keturunan Arab, itu sudah ada semenjak waktu itu karena memang mereka mengerti bahwa setiap ormas meliputi suku tertentu, dan mereka pahami suku bangsa Arab. Namun, Syeich Ahmad Surkaty membuktikannya lain. Contohnya Prof Dr HM Rosidi yang dulunya bernama Saridi, adalah bukti nyata tentang orang yang bukan keturuan Arab menjadi salah satu murid termuka, yang beliau didik.
Kita lihat lagi orang seperti Hasbi Assidiqi, itu adalah orang Aceh asli, pribumi, ternyata beliau itu murid terdepanya Syeich Surkaty. Orang seperti A Hasan misalnya, murid beliau yang juga sangat menonjol yang ternyata orang India. Dan banyak bukti-bukti yang lain. Di antara murid-murid Surkaty itu ada yang datang dari Maluku, ada yang Betawi asli dan ada yang dari daerah-daerah lainnya. Yang menjadi bukti kuat bahwa Syeich Ahmad Surkaty tidak punya bersifat kesukuan. Tidak pernah membelenggu organisasi ini untuk suku tertentu.
Apalagi kalau kita melihat kegiatan-kegiatan Al Irsyad di mana pun. Kita lihat bahwa sekolah-sekolah Al Irsyad itu dipenuhi pribumi. Baik itu guru-gurunya ataupun murid-muridnya. Boleh dibilang yang keturunan Arab itu sangat sedikit. Apalagi orang yang hadir di muktamar kemarin pun akan dengan jelas melihat sendiri bahwa keturunan Arab itu ada sedikit, yang terbanyak itu adalah orang-orang pribumi dan seterusnya. Jadi, sebetulnya ungkapan yang mengesankan seolah-olah Al Irsyad adalah organisasi suku keturunan Arab adalah sudah usang dan ada di dalam sejarah, namun ternyata omongan itu tidak nyata atau tidak terbukti. (weha)
Sumber : Gema Al-Irsyad, 06 Juni 2009
Rabu, 02 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar