Seorang
Muslim harus mempunyai sikap istiqomah dalam menjalankan ibadah dan tugas
kekhalifahan di muka bumi. Istiqomah ini diukur dari niatnya yang senantiasa
hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala amalnya senantiasa sesuai Al-Qur’an dan
Sunnah.
Namun,
perjuangan menjalankan perintah Allah dan segala larangan-Nya secara konsisten
dan terus menerus, bukanlah hal yang mudah. Di tengah jalan Allah yang lurus
kita akan digoda oleh banyak jalan lain yang kelihatan lebih bagus. Jalan lurus
menuju Allah adalah jalan yang penuh godaan dan rintangan. Iman yang tidak kuat
akan tergoda untuk berbelok menuju jalan yang lain tersebut.
Demikian
disampaikan Ulama Muda Aceh, Ustaz H. Tamlicha Hasan, Lc saat mengisi
pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi
Luwak, Jeulingke, Rabu (11/11/2015) malam.
“Istiqamah
dalam ibadah tentu tidak akan mudah dilakukan. Siapapun yang ingin konsisten
mencapai sebuah tujuan besar, pasti harus melewati berbagai penderitaan,
kesulitan dan keadaan yang tidak disukai,” ujar Ustaz Tamlicha Hasan.
Menurutnya,
keistiqamahan, kontinuitas dan kesinambungan suatu amal sulit diterapkan
kecuali dengan memilih jalan pertengahan, tidak berlebihan, dan tidak melewati
batas kemampuan untuk melakukannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam
mengaitkan istiqamah dengan sikap tidak berlebih-lebihan.
Keistiqamahan
takkan bisa berlaku bagi seseorang yang melakukan amal secara berlebihan. Di
sisi lain, amal yang melewati kapasitas seseorang pun pasti akan mematahkan
amal.
Yang
dituntut dari kita adalah, jika tidak mampu melakukan istiqamah hendaknya
mendekatinya. Segala amal harus dilakukan secara pertengahan.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Ahabbul a’maali ilallahi adwamuha wa
in qalla.” Artinya,
perbuatan yang paling dicintai Allah adalah yang terus-menerus walaupun hanya
sedikit.
“Sedikit
amal jika dilakukan secara rutin dan terus menerus lebih baik kata Rasulullah.
Jangan mengejar suatu ibadah sampai letih pada suatu waktu, lalu kita tidak
sanggup lagi melakukannya di waktu lain karena bosan atau godaan hawa nafsu.
Ketahuilah, Allah tidak pernah bosan pada ibadah hamba-Nya, hanya manusia saja
yang sering bosan kepada Allah,” ungkap Tamlicha yang juga penceramah halaqah
subuh di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh ini.
Bahkan
Allah Subhanahu Wata’ala menyindir hamba-Nya yang tidak konsisten dalam ibadah.
Dalam Surat An-Nahlu ayat 92, Allah berfirman, “Janganlah kamu berlaku seperti
seorang wanita yang memintal kain, lalu merusaknya lagi setelah bersusah payah
memintal dengan bagus”.
Perlu
diketahui bahwa ibadah tidak semestinya dilakukan hanya sesaat di suatu waktu.
Seperti ini bukanlah perilaku yang baik. Para ulama pun sampai mengeluarkan
kata-kata pedas terhadap orang yang rajin shalat –misalnya- hanya pada bulan
Ramadhan saja. Sedangkan pada bulan-bulan lainnya amalan tersebut ditinggalkan.
Para
ulama kadang mengatakan, “Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di
bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah
dan rajin shalat malam sepanjang tahun”.
Ibadah
bukan hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja. Sebaik-baik
ibadah adalah yang dilakukan sepanjang tahun.
Tanda
diterimanya suatu amalan adalah apabila amalan tersebut membuahkan amalan
ketaatan berikutnya. Di antara bentuknya adalah apabila amalan tersebut
dilakukan secara kontinyu (rutin). Sebaliknya tanda tertolaknya suatu amalan
(tidak diterima), apabila amalan tersebut malah membuahkan kejelekan setelah
itu.
Di
antara keunggulan suatu amalan dari amalan lainnya adalah amalan yang rutin
(kontinyu) dilakukan. Amalan yang kontinyu –walaupun sedikit- itu akan
mengungguli amalan yang tidak rutin meskipun jumlahnya banyak. Amalan inilah
yang lebih dicintai oleh Allah.
“Merupakan kebahagian tersendiri bagi orang tua apabila
mempunyai putra-putri yang punya karakter segera menunaikan shalat wajib begitu
tiba waktunya, gelisah apabila menunda shalat wajib, gemar mengikuti shalat
berjamaah, merasakan ibadah sebagai kebutuhan bukan beban, selalu melakukan
thaharah dengan benar,menyesal bila melewatkan satu hari tanpa membaca
Al-Quran, menunaikan minimal satu macam shalat sunah setiap hari, selalu berdoa
dan berzikir sesuai dengan situasi yang melingkupi dan menunaikan puasa Ramadan
setiap tahun. Semua ini adalah bentuk istiqomah dalam beribadah,” ungkap
Tamlicha.
Karena
kadangkala sebagai seorang insan, kita terkadang dihinggapi rasa giat dan
kadang rasa malas. Oleh karenanya diperlukan kesabaran dalam menghilangkan rasa
malas ini, guna menjalankan ibadah atau amalan yang akan diistiqamahi.
“Bertahap
dalam beramal. Dalam artian, ketika menjalankan suatu ibadah, kita hendaknya
memulai dari sesuatu yang kecil namun rutin. Bahkan sifat kerutinan ini jika
dipandang perlu, harus bersifat sedikit dipaksakan. Sehingga akan terwujud
sebuah amalan yang rutin meskipun sedikit. Kerutinan inilah yang insya Allah
menjadi cikal bakalnya keistiqamahan,” sebutnya.*/Teuku Zulhairi (Aceh)
Sumber
: Hidayatullah